Istilah Dividen bagi para pemegang saham bukan merupakan istilah yang asing. Pada intinya, kita semua tahu bahwa perusahaan yang secara rutin membagikan sebagian keuntungan perusahaannya dalam bentuk Dividen berarti perusahaan itu tidak pelit. Lantas, jika sudah tahu begitu kenapa sebagian orang tetap masih acuh akan dividen ini?

Ya tidak salah juga, kan ada persentase keuntungan yang perlu dipertimbangkan saat kita berinvestasi. Kalau perusahaan tersebut rutin membagikan dividen setiap tahunnya dengan persentase 1-2% dari harga sahamnya dan harga sahamnya bergerak di harga yang itu-itu saja, lantas buat apa berinvestasi? Portofolio sih tumbuh, tapi tidak mampu melawan laju inflasi.

Konsep Dasar Investasi Dividen

Kamu bisa skip, kalau udah paham apa itu Dividen. TOLONG DI SKIP, JANGAN BUANG WAKTU. INGAT WAKTU ADALAH UANG, UANG ADALAH DIVIDEN.

Jadi, ceritanya, duit kita kan bisa kita simpen di tempat yang aman, kaya bank atau celengan babi gitu. Nah, kalo konsep investasi dividen ini agak beda. Ide utamanya adalah kita beli saham dari perusahaan, terus kita jadi pemilik sebagian kecil dari perusahaan itu, gitu dech! ahahalay

Nah, pas kamu udah jadi pemilik saham meskipun hanya sekian nol koma nol nol persennya, setiap tahunnya, perusahaan yang tidak pelit bakal bagi-bagi duit ke pemilik sahamnya, alias dividen. Nah, duit itu bisa kamu dapetin karena kamu punya saham perusahaan tersebut.

Jadi, intinya, kamu tidak cuma dapet untung kalau harga sahamnya naik, tapi juga dapet duit dari perusahaan kalau mereka untung! Mantap, kan? Konsep investasi dividen ini tuh cocok banget buat yang mau nambah-nambahin penghasilan tanpa harus ngapa-ngapain, tinggal duduk manis aja nunggu duit dari sahamnya datang. Tapi, tentu aja, ada risikonya juga.

Kalau perusahaan gagal atau untungnya menurun, dividen yang kamu dapetin bisa berkurang. Makanya, penting banget buat cermat dan teliti sebelum milih saham yang bakal kamu beli, dan pastinya, kalo kamu ingin investasi dividen, kamu harus punya kesabaran buat nerima untung dari jangka waktu yang lumayan lama.

Strategi Investasi Dividen Hunter

Jadi, coba kamu bayangin kalo kamu main game tanpa strategi, asal-asalan aja mainnya. Pasti bakal sering kalah kan? Nah, sama halnya dalam investasi, kamu tidak bisa cuma nebak-nebak atau asal tebak aja. Strategi itu kayak peta buat kamu jalannya. Tanpa strategi, kamu bisa aja nyasar dan rugi banyak.

Dengan strategi yang benar, kamu punya arah yang jelas. Kamu tau tujuan kamu investasi apa, risiko yang bakal dihadapin, dan bagaimana cara keluar kalo udah dapat untung. Iya, karena Investasi mengajarkan kita untuk  tidak setia, kalau udah untung ada saatnya kita harus lepaskan. Tidak boleh tuh dipegang terus sehidup semati. Karena saat berinvestasi, kalau ada yang bisa lebih menguntungkan kenapa tidak? Mungkin ini berbeda dengan prinsip hidupmu dengan si dia.

Strategi juga bikin kamu lebih tenang menghadapi pasang-surutnya pasar saham. Gak panik atau terburu-buru ambil keputusan, tapi tetap ada rencana yang udah dipikirin matang. Jadi, kalau kamu mau main aman dan maksimalkan untung, strategi itu kuncinya! Ingat, jangan investasi asal-asalan, ini uang beneran, bukan uang yang dikasih malam-malam sama cewek cantik di kuburan terus paginya jadi daun. Happy investing!

Memahami Perusahaan yang Membagikan Dividen

Hal pertama yang perlu dipahami adalah Perusahaannya. Tenang, ini tidak sesulit kamu memahami dia. Ingat selalu pepatah, jangan membeli anjing dalam karung. Tapi belilah terpisah, kamu butuh karung apa anjingnya. Dan kalau beli anjing, jangan lupa sekalian pet cargonya.

Tidak perlu terlalu jauh soal memahami, tapi kalau bisa lebih jauh kenapa tidak? Semua keputusan ada di kakimu, karena semakin jauh semakin capek. Setidaknya kamu tahu perusahaan ini bisnisnya apa? Jasa atau barangnya apa? Bagaimana mereka memperoleh keuntungan? Affiliasinya siapa saja? Siapa saja jajaran komisaris dan direksinya? dan sebagainya sejauh kamu mau.

2 hal terakhir yang kamu harus tahu merupakan salah satu faktor yang penting buat saya. Karena dengan mengetahui siap saja affiliasi, jajaran komisaris dan direksinya kita dapat mengetahui dan memproyeksi akan seperti apa perusahaan ini kedepannya selain hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya. Namun, kalau kamu beranggapan lain soal hal penting ini, ya terserah kamu. Karena kamu bukan urusan saya.

Analisis Fundamental untuk Memilih Saham Dividen

Lupakan sejenak angka-angka yang membosankan, karena sebagian dari kita adalah anak SMA yang memilih penjurusan IPS untuk menghindari angka-angka ini.

Pada umumnya seorang dividen hunter akan melihat seberapa besar keuntungan perusahaan yang rencananya akan dia beli. Sebenarnya saya juga mau seperti itu, namun pernah saya katakan dalam artikel The Investor Fatality, bahwa menjadi berbeda itu aneh yang kemudian saya luruskan bahwa menjadi beda itu keren, maka saya putuskan saya akan menjadi orang aneh itu.

Dibanding melihat keuntungan perusahaan, hal pertama yang akan saya lihat adalah Price-to-book value (PBV) atau yang bisa dibilang Nilai Buku. Sederhananya anggap saja perusahaan itu seperti sebuah buku di Toko Buku Doa Ibu. Nah, biasanya dibalik buku tersebut ada harga yang dipasang kan? Kecuali yang kamu datangi toko buku bekas.

Katakan buku dengan judul “Cara Berternak Babi di Padang Pasir” yang sudah kamu cari-cari sejak puluhan tahun lalu tapi tidak ketemu ini dihargai Rp 150.000. Saya tanya apakah kamu akan membelinya? Pasti kamu akan bertanya balik, apakah buku ini bisa benar-benar akan membuat saya menjadi peternak babi di padang pasir yang handal? Apakah ternak babi itu haram? seberapa worth it buku ini? Apakah sudah ada di google dan bisa di download PDF nya? Kalau saya kemudian jawab iya, pasti kamu akan Download dan tidak jadi beli buku tersebut yang kemudian bukunya jadi tidak laku karena kamu kasih tahu teman-temanmu bahwa buku “Cara Berternak Babi di Padang Pasir” ini bisa di download secara gratis dan cuma-cuma hanya dengan bermodalkan kuota gratisan yang kamu dapat dari wifi tetangga, yang berakibat penulis bukunya menjadi sedih karena pemasukan berkurang dan tidak hanya itu Ferguso, bagaimana dengan Doa Buku Toko Ibu Tadi? dan kemudian… silahkan pikirkan sendiri. Tapi sadarkah kamu saya salah tulis nama toko bukunya barusan? Ayo kembali kita fokus.

1 Paragraf diatas yang telah kamu baca sejujurnya adalah paragraf yang tidak penting. Karena poinnya disini  bagaimana kamu menentukan value dari Buku yang kamu akan beli. Di saham kita akan melihat Nilai Aset dari perusahaan, untuk kemudian memutuskan apakah harga saham perusahaan tersebut masuk pada kategori overvalued atau undervalued.

Sederhananya PBV kurang dari 1 = Murah

Tapi itu bohong. Karena PBV yang kurang dari 1 itu belum tentu murah, banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti :

  • Performa Keuangan Buruk: Kalo PBV rendah tapi performa keuangan perusahaan buruk, bisa jadi perusahaan lagi kesulitan atau tidak untung. Jadi, walaupun harganya rendah, risiko investasi tetap tinggi.
  • Aset Tak Berwujud: PBV cuma memperhitungkan aset berwujud perusahaan, seperti gedung atau peralatan. Sementara, aset tak berwujud seperti merek dagang atau hak paten tidak masuk dalam perhitungan PBV. Padahal, aset tak berwujud ini bisa jadi sumber pendapatan perusahaan. Misalnya perusahaan media dengan ratusan judul sinetronnya.
  • Potensi Pertumbuhan: PBV tidak memperhitungkan potensi pertumbuhan perusahaan di masa depan. Meskipun harga saham lebih rendah daripada nilai buku, tapi kalau perusahaan punya proyeksi pertumbuhan yang bagus, sahamnya bisa aja jadi investasi yang menguntungkan.
  • Sektor Industri: Setiap sektor industri punya karakteristik dan rasio PBV yang berbeda-beda. Misalnya, sektor teknologi biasanya punya PBV yang tinggi karena aset tak berwujudnya. Jadi, untuk menilai apakah PBV rendah itu murah atau tidak, perlu juga mempertimbangkan sektor industri perusahaan itu.

Jadi, intinya, PBV yang kurang dari 1 bisa aja menarik, tapi tidak bisa jadi patokan utama untuk bilang harga saham itu murah. Kalau mau investasi saham, selain PBV, juga perlu memperhatikan banyak faktor lain, seperti kinerja keuangan, prospek perusahaan, dan kondisi pasar dan sebagainya yang pokoknya banyak banyak banget. Kok jadi banyak lagi?

Ya sudah biar tidak banyak, kita percayai saja kebohongan tadi. PBV kurang dari 1 = Murah dengan catatan tambahan yaitu:

  • Perusahaan Untung (Untung berkurang sedikit bolehlah)
  • Harganya sudah turun lebih dari 30% dalam 1-5 tahun terakhir

Udah itu saja, terkait harga turun sengaja saya beri rentang angka 1-5 tahun karena saya putuskan agar kamu memutuskan sendiri. Seperti saya memutuskan untuk memutuskan kamu tidak tahu tahun sebenarnya keputusan saya.

Menentukan Kriteria Dividen yang Menarik

Seperti uang jajan yang kamu dapat dari orang tuamu. Itu akan menjadi menarik kalau diberikan terus menerus, apalagi kalau jumlahnya semakin lama semakin banyak terlepas kamu jadi beban dalam keluarga atau tidak.

Konsep dividen juga sama seperti itu, mengharapkan dividen dari perusahaan itu sama seperti mengharapkan uang jajan tanpa perlu menjadi beban keluarga tadi. Makanya saya bilang diawal, perusahaan yang tidak membagikan dividen itu perusahaan pelit. Jadi, belilah perusahaan yang rajin kasih dividen!

Tapi sejujurnya ini bohong lagi. Saya tidak akan menjelaskannya, karena terakhir waktu saya menjelaskan, kebanyakan dari kamu lebih memilih mempercayai kebohongan saya di awal biar tidak ribet dengan banyaknya faktor-faktor dan alasan lainnya. Namun, jika beberapa dari kamu memaksa untuk tahu alasan kenapa perusahaan yang tidak memberikan dividen masih cukup menarik untuk di koleksi, berikut ini alasannya :

  • Kebutuhan untuk menginvestasikan kembali keuntungan: Perusahaan mungkin memutuskan untuk tidak memberikan dividen agar mereka dapat menggunakan keuntungan yang dihasilkan untuk mengembangkan bisnis lebih lanjut. Investasi ini dapat berupa ekspansi operasional, penelitian dan pengembangan, akuisisi, atau memperkuat posisi keuangan mereka. Dalam beberapa kasus, perusahaan mungkin percaya bahwa menggunakan dana untuk pertumbuhan jangka panjang akan memberikan nilai jangka panjang yang lebih besar daripada membayar dividen.
  • Situasi keuangan yang sulit: Jika perusahaan mengalami situasi keuangan yang menantang atau laba yang menurun, mereka mungkin memilih untuk tidak memberikan dividen demi menjaga likuiditas dan stabilitas keuangan. Hal ini dapat menghindari memperburuk kondisi keuangan perusahaan dan memberikan kesempatan untuk pulih.
  • Utang atau kewajiban lainnya: Jika perusahaan memiliki beban utang yang tinggi atau memiliki kewajiban lain yang harus dipenuhi, prioritas mereka mungkin adalah membayar utang atau kewajiban tersebut sebelum memberikan dividen kepada pemegang saham.
  • Pertumbuhan dan valuasi saham: Dalam beberapa kasus, perusahaan teknologi atau start-up mungkin memilih untuk tidak memberikan dividen agar dapat meningkatkan pertumbuhan mereka. Para pemegang saham mungkin lebih tertarik pada potensi kenaikan nilai saham di masa depan daripada dividen saat ini. Valuasi perusahaan juga dapat meningkat jika laba dialokasikan untuk pertumbuhan, yang pada gilirannya dapat menguntungkan pemegang saham di masa mendatang.
  • Preferensi manajemen: Manajemen perusahaan memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan dividen, dan mungkin memiliki preferensi lain dalam menggunakan keuntungan perusahaan, seperti membeli kembali saham mereka sendiri, yang dapat meningkatkan nilai saham bagi pemegang saham yang ada.
  • Keputusan strategis atau hukum: Perusahaan mungkin menghadapi keputusan strategis yang lebih kompleks atau kendala hukum tertentu yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk membayar dividen.

3 Alasan yang saya berikan tanda kuning adalah alasan yang menarik untuk di pertimbangkan jika saham yang kamu incar merupakan saham dari perusahaan pelit (baca: tidak/sedikit/jarang membagikan dividen).

Risiko Investasi Perusahaan yang Memberikan Dividen

Tidak ada yang salah jika perusahaan yang kamu beli bukan merupakan perusahaan yang suka bagi-bagi dividen. Sepanjang pertumbuhan harganya menarik dan sanggup melawan tingginya inflasi, kenapa tidak? Karena perlu diketahui juga bahwa Perusahaan yang memberikan Dividen itu tidak selalu baik. Kok gitu? Iya, karena sekarang waktunya untuk menakut-nakuti kamu! 🙂

Perusahaan yang membagikan Dividen itu berbahaya dan berisiko, kalau pembagian dividen kepada para pemegang sahamnya tidak mempertimbangkan beberapa hal berikut ini :

  • Keterbatasan likuiditas: Memberikan dividen berarti perusahaan perlu membayar sejumlah uang tunai kepada para pemegang saham. Jika perusahaan menghadapi masalah likuiditas atau tidak memiliki cukup uang tunai untuk membayar dividen, ini bisa menyebabkan masalah keuangan. Perusahaan mungkin harus menjual aset atau meminjam uang untuk memenuhi kewajiban pembayaran dividen, yang nantinya dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk beroperasi atau mengambil peluang investasi yang menguntungkan di masa depan.
  • Keterbatasan pertumbuhan: Jika perusahaan memilih untuk memberikan dividen yang besar, mereka mungkin harus mengalokasikan sebagian besar laba mereka untuk tujuan ini. Ini bisa mengurangi dana yang tersedia untuk investasi baik itu ekspansi atau inovasi, yang pada akhirnya bisa membatasi pertumbuhan jangka panjang perusahaan.
  • Persepsi buruk dari pasar: Jika perusahaan secara konsisten memberikan dividen yang tinggi tetapi pertumbuhan laba atau pendapatan mereka rendah, ini dapat menyebabkan persepsi buruk dari pasar. Pemegang saham dan investor potensial mungkin menganggap perusahaan tersebut kurang inovatif atau menghadapi masalah pertumbuhan, yang dapat menyebabkan penurunan nilai saham.
  • Ketergantungan pada utang: Beberapa perusahaan mungkin memilih untuk memberikan dividen dengan berutang. Jika utang perusahaan sudah tinggi, meningkatkan beban utang untuk membayar dividen dapat meningkatkan risiko kebangkrutan atau kesulitan keuangan di masa depan jika arus kas perusahaan terganggu.
  • Perubahan kebijakan dividen: Jika perusahaan biasanya memberikan dividen secara konsisten dan kemudian mendeklarasikan bahwa mereka tidak akan lagi memberikan dividen atau mengurangi jumlah dividen yang dibayarkan, ini dapat menyebabkan reaksi negatif dari pemegang saham dan menyebabkan penurunan harga saham.
  • Kelebihan pembayaran dividen: Terkadang, perusahaan terlalu bersemangat kaya kamu dalam memberikan dividen dan membayar lebih dari yang mampu mereka tanggung. Hal ini dapat menyebabkan perusahaan berada dalam masalah keuangan di masa depan dan harus mengurangi dividen atau tidak memberikan dividen sama sekali untuk menghindari kesulitan keuangan.

Gimana, udah takut belum beli perusahaan yang kasih Dividen? Kalau kamu masih berani, ayo lanjut membaca.

Sejujurnya saya harap, banyak dari kalian akan takut dengan banyaknya pertimbangan membosankan diatas yang sudah saya tulis dengan bahasa yang kaku. Karena saya sudah malas menulis panjang-panjang lagi, jadi langsung saja bagaimana cara menentukan perusahaan yang memberikan Dividen menarik?

Hal pertama itu bukan perusahaannya, tapi maumu itu Dividennya berapa persen setahun? Karena ini tulisan dan saya tidak bisa mendengar apa jawabanmu, jadi mari berandai-andai saja katakan kamu ingin perusahaan yang memberikan Dividen 8% setahun. Oke, kita kunci jawaban ini ya.

Berikutnya, cari tahu apakah perusahaan tersebut labil kaya si Dia atau konsisten kaya inceran barumu? Gimana cara cari tahunya? Kamu lihat tuh DPR nya, bukan DPR yang itu ya! Tapi Dividend Payout Ratio. Lihat seberapa konsisten persentasenya, kemudian bandingkan dengan pertumbuhan labanya.

Oke sebelum lanjut lagi, saya cerita sedikit. Ada loh perusahaan yang saking takutnya dibilang labil, dia tetap membagikan Dividen dengan nilai yang sama, meskipun pada tahun sebelumnya laba merosot tajam bahkan rugi. Sampe segitunya ya takut dibilang labil? Nah, yang seperti ini tidak salah juga untuk dibeli, tapi bisa juga salah. Bingung kan, kenapa seperti itu? Saya tidak akan cerita, biar kamu penasaran.

Baik kita lanjut, tapi udah sih tidak ada lagi sebenarnya. Jadi cuma 2 itu aja.

Diversifikasi Portofolio Saham Dividen

Seperti hutan yang dalam dan lebat, di mana kamu berjalan melalui jalan setapak yang kabur. Engkau membaca tanda-tanda di pepohonan, percaya setiap petunjuk yang kulitir. Namun, hati-hati dengan lalat licik yang bersembunyi di balik dedaunan; mereka siap mengaduk-aduk kabut, memperdaya langkahmu. – d.s

Begitu juga dalam kehidupan, terimalah nasihat ini: “Sama seperti kamu yang membaca artikel ini dan lebih suka saya bohongi, jangan pernah terlalu percaya dengan orang lain.”

Hal inilah yang harus kamu terapkan ketika membeli perusahaan yang memberikan dividen. Jangan terlalu percaya dan yakin dengan perusahaan tersebut. Maka itu, penting untuk kamu melakukan diversifikasi portofoliomu. Tujuannya adalah untuk mengurangi risiko dan meningkatkan potensi pengembalian dengan menyeimbangkan risiko dan keuntungan dari berbagai perusahaan yang berbeda.

Berikut adalah beberapa langkah dalam melakukan diversifikasi portofolio saham dividen:

  • Penelitian dan analisis: Lakukan penelitian menyeluruh tentang saham-saham yang menawarkan dividen stabil dan konsisten. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan termasuk riwayat dividen perusahaan, rasio dividen terhadap laba, dan kesehatan keuangan perusahaan.
  • Pilih saham dari berbagai sektor: Seperti kata pepatah “Hindari meminjam uang pada satu pinjaman online. Tapi pinjam di beberapa aplikasi biar bisa gali lubang, tutup lubang. Maaf ini ngaco dan riba, tidak boleh ditiru. Pada intinya pilihlah saham dari berbagai sektor industri yang berbeda. Jika salah satu sektor mengalami kesulitan, diversifikasi akan membantu mengurangi dampak negatif pada portofolio kamu.
  • Pertimbangkan saham dengan kisaran yield dividen yang beragam: Hindari hanya fokus pada saham dengan yield dividen yang sangat tinggi. Sebaliknya, pertimbangkan saham dengan yield yang beragam, yang mengindikasikan berbagai tingkat pengembalian dan stabilitas perusahaan. Nah, sebelumnya saya sempat berandai-andai bahwa kamu mau Dividen 8% setahun. Jangan seperti itu ya, tapi buat saja target kisaran. Misalnya 5-12% setahun.
  • Perhatikan pertumbuhan dividen: Selain yield dividen, perhatikan pula seberapa konsisten perusahaan meningkatkan dividen dari waktu ke waktu. Pertumbuhan dividen yang stabil menunjukkan kesehatan keuangan perusahaan.
  • Jangan abaikan analisis fundamental: Meskipun fokus pada saham dividen, jangan mengabaikan analisis fundamental perusahaan. Pastikan perusahaan memiliki fundamental yang kuat dan prospek bisnis yang baik.
  • Revaluasi portofolio secara berkala: Pasar saham selalu berfluktuasi, dan kinerja saham individu dapat berubah dari waktu ke waktu. Selalu revaluasi portofolio kamu secara berkala dan sesuaikan jika diperlukan untuk memastikan portofolio tetap seimbang dan sesuai dengan tujuan investasi kamu.

Eh, dibaca lagi tulisan panjang dan membosankannya. Memang pada suka membaca ya? Pasti bukan orang Indonesia? Because, UNESCO states that Indonesia is ranked second from the bottom in terms of world literacy, meaning the interest in reading is very low. According to UNESCO data, the reading interest of the Indonesian society is highly alarming, at only 0.001%. This means that out of 1,000 Indonesians, only 1 person is an avid reader! Pasti kamu ngerti, karena kamu bukan orang Indonesia kan?

Waktu yang tepat untuk membeli adalah ketika kamu punya uang, iya kalau tidak punya uang gimana cara belinya? Jangan pernah lah beli beginian dengan hutang.

Oke katakan kamu udah punya uang, langsung beli aja gitu? Ya tidak juga, kan saya udah kasih trik-triknya tuh diatas yang di bold. Nah itu coba dibaca lagi. Masa sudah dilupain.

Selain itu, ada trik rahasia lainnya yang sekarang jadi tidak rahasia lagi karena akan dikasih tahu.

Yaitu, jangan pernah beli saham inceranmu saat menjelang apalagi saat hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) sudah diketahui. Tahu kenapa? Ingat kata saya sebelumnya, jadilah orang aneh, jangan ikut-ikutan orang. Kalau orang-orang sudah tahu perusahaan itu akan membagikan nilai dividen sekian apalagi nilainya lebih besar dari sebelumnya biasanya harganya akan naik? Dan kenaikan ini karena banyak orang-orang yang tahu kemudian mengharapkan akan memperoleh dividen yang besar tersebut.

Lalu orang dalam pun tertawa. Kamu tahu kan kekuatan orang dalam? Nah, mereka ini udah kumpulin dari kapan tau karena sudah tahu. Efeknya biasanya nanti setelah perusahaan itu melakukan pembayaran dividen, atau hari cum date (cumulative date). Harganya langsung merosot tajam melebihi persentase dari dividen yang akan dibagikan. Eh Cum Date itu apa? Nah cum date itu adalah Google lah, tapi kasian sih udah 2x kan kena ginian ya udah dikasih tau. Cum Date itu adalah tanggal yang menentukan bagi para investor yang berhak mendapatkan dividen dari sebuah emiten. Jika pembelian saham dilakukan setelah melewati jadwal cum date, investor tidak memiliki hak untuk mendapatkan dividen. Sekalian nih Ex date itu apa, karena dibawah juga akan saya sebutkan. Ex Date atau hari setelah hari cum date adalah tanggal di mana hak dividen sudah tidak berlaku lagi bagi investor yang membeli saham sebuah emiten pada periode ex date, tak peduli berapa banyak saham yang dibelinya.

Pernah dengar hukum grativasi keempat dari Newton? Sebagai catatan, tidak ada hukum gravitasi keempat yang secara resmi diakui atau ditemukan oleh Sir Isaac Newton, penemu hukum gravitasi universal.

Newton hanya merumuskan tiga hukum gerak yang terkenal, yang dikenal sebagai “Hukum Newton” atau “Hukum Gerak Newton”. Ketiga hukum tersebut adalah:

  • Hukum Pertama Newton (Hukum Inersia): Benda akan tetap dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan dengan kecepatan konstan jika gaya total yang bekerja padanya adalah nol.
  • Hukum Kedua Newton (Hukum Besaran): Perubahan gerak suatu benda sebanding dengan gaya total yang bekerja padanya dan berlangsung searah garis lurus dengan gaya tersebut. Persamaan matematisnya adalah F = m * a, di mana F adalah gaya, m adalah massa benda, dan a adalah percepatan yang dialami benda.
  • Hukum Ketiga Newton (Hukum Aksi dan Reaksi): Untuk setiap tindakan, ada reaksi yang sama besar namun berlawanan arah. Artinya, jika suatu benda memberikan gaya pada benda lain, benda lain juga memberikan gaya yang sama besar tetapi berlawanan arah pada benda pertama.

Nah kan kena lagi? Tapi untuk mempermudah ingatan kamu maka camkan hal ini dan anggap ini sebagai hukum keempat.

Dividen yield yang semakin besar, punya potensi Auto Reject Bawah yang tinggi setelah tanggal ex date.

Intinya kamu tidak akan untung dari Dividen dalam jangka waktu pendek.

Jadi kapan waktu yang tepat untuk membeli saham incaran yang punya potensi memberikan Dividen itu? Mudah saja, ya saat harganya wajar atau bahkan murah.

Ingat, harga itu kalau tidak naik ya turun.

Saya jelaskan sederhana dengan perhitungan paling sederhana.

Katakan harga Saham A  = Rp 1000/lembar

Target Dividen tahunan kamu 8-10%

Dividen tahun sebelumnya Rp 100/lembar, tebak-tebakan hasil analisa kamu Dividen Perusahaan A Tahun ini Rp 90/lembar

Harganya setelah ex Date tahun sebelumnya turun ke Rp 900/lembar

5 bulan kemudian makin parah jadi Rp 800/lebar

Nah beli lah itu, tunggu apalagi? Kan target Dividen kamu 8-10% per tahun. Udah dapet lebih tuh.

Cuma ingat dengan Riba yang saya pernah sebutkan diatas? Ada konsep bagus yang perlu kamu perhatikan ketika melakukan pembelian saham, disini saya tidak menyuruh kamu berhutang, karena lagi-lagi itu Riba. Tapi lakukan konsep mencicil seperti membayar hutang, mungkin ini tidak berlaku kalau kamu hutangnya karena gabut dan lagi banyak uang jadi bisa langsung bayar.

Saya pribadi tidak akan memberi tahu konsep cicilan yang bagus itu seperti apa karena itu semua bergantung dari Diserfikasi Portofolio yang akan kamu lakukan dan kemampuan kamu. Jadi tentukan sendiri ya berapa kali kamu akan mencicil Target Sahammu.

Pertanyaannya kalau setelah beli harganya turun lagi, katakan jadi Rp 600/lebar. Kamu harus apa? Tanyakan pada dirimu sendiri, kalau kamu yakin dengan analisamu ya hajar saja. Beli lagi dengan teknik mencicil tersebut, itulah gunanya mencicil, jadi tidak habis langsung uang saudara, paham saudara?

Oke sekian, saya bosan dan capek.

Author

Blogger since 2010. Trader - Value Investor

Write A Comment